Jumat, 04 Desember 2009

Peran sentral Media Massa


Dari sejak kelahirannya, media massa kita di tengah segala keterbatasannya mampu menjadi Panji Masyarakat, untuk mencapai masyarakat Adil dan makmur sebagaimana cita-cita proklamasi. Dengan pasang-surut di segala rezim, media massa menjadi Pelita serta wahana Panyebar Semangat untuk mengisi kemerdekaan serta memberi ruang bagi daya kritis warga negara sebagai pengontrol Abadi bagi kekuasaan yang cenderung korup.

Saat ini Media-media di Indonesia sedang memperoleh momentum yang paling berarti dalam sejarah Republik kita. Perannya menjadi semacam Kompas bagi bangsa ini untuk menentukan arah perjalanannya kedepan. Sebab, media massa bukan hanya menjadi penyampai berita-berita di Seputar Indonesia, menjadi Koran di Jakarta, peWarta Kota, atau Berita Buana, tetapi menjadi cerminan bagi Rakyat yang Merdeka untuk menyatakan pendapatnya di alam demokrasi saat ini.

Misalnya dalam kasus kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK, media massa sangat berperan memberi Farum Keadilan bagi masyarakat yang serasa tersumbat oleh kepongahan permainan kekuasaan. Penahanan Bibit-Chandra yang dipaksakan, Kontan menarik simpati serta dukungan penuh terhadap keduanya. Facebookers memberikan dukungan kepada “Sang Cicak” dalam pertarungan “Cicak vs Buaya” yang dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan lebih dari sejuta orang di alam maya. Demikian juga dukungan mengalir melalui Twitter, Blogs, dan media internet lainnya.

Selasa, 20 Oktober 2009

New Members for The Raising of The Supreme Audit Board


Since all attention was on Indonesia’s general election from May to July, 2009, the citizens eyes have been staring at the way to get the new leaders. Nowadays, a new president-VP and house of representative members have been elected, therefore let us now go back to the real problems of Indonesia, as have been campaigned by many candidates.
One big problem faced by Indonesians is still the high level of corruption in the state income and budget spending. The released survey results from Transparency International in 2008 stated Indonesia as the fifteenth most corrupt country in the world with the score on the corruption perception index of 2.6. Instead of its better condition compared with the last government term, there should be a bigger effort to reduce the corruption to the lowest level. One of the bodies which has a central role in combatting corruption is the State Audit Board of Indonesia (BPK).
However, as the supreme audit board, the BPK has released some significant audit reports related to the effectiveness source and usage of state budget, which is many of them have been neglected by many stakeholders because of the general election. Firstly, the report on special purpose audit of the oil sector amounted to 14.58 trillion Rupiah as a lack of state income (Media Indonesia, 23 April 2009). Secondly, the report on 212 cases of financial management irregularities in the coal mining sector totalled 2.69 trillion rupiah and 778.8 million Dollars (Tambang Magazines, May, 2009).

Sabtu, 29 Agustus 2009

Menjadi Pemimpin Politik

Banyak hal menarik pada peluncuran buku Alfan Alfian (22-07-2009) yang judulnya menjadi judul artikel ini. Acara yang diadakan di Universitas Paramadina itu berbobot karena banyak filosof, kalangan bisnis, pengamat, peminat masalah kepemimpinan, calon dan tentu saja para praktisi politik hadir memberikan kata sambutan, juga pertanyaan-pertanyaan dari perspektif masing-masing. Pembedah buku Anies Baswedan dan Anas Urbaningrum tentu saja menambah bobot intelektual acara tersebut.

Dalam buku setebal 388 halaman tersebut perasan devinisi, mitos, paradigma, bentuk dan moral politik disajikan secara amat menarik ke dalam lima puluh bahasan terkait politik, yang membentang secara ensiklopedis mulai dari kharisma pemimpin sampai mitos politik, dari hasrat memimpin sampai tanggung jawab kepemimpinan, serta dari visi kepemimpinan sampai strategi untuk meraihnya. Deretan tokoh yang ditampilkan mulai dari dari Sun Tzu sampai Machiaveli, dari Nixon sampai Obama, dari Gorbachev sampai Putin, dari Soekarno sampai Benazir Bhuto dan masih banyak lainnya.

Muncul pertanyaan klasik apakah pemimpin itu dilahirkan atau diciptakan? Di Amerika sebelum terpilihnya Obama, politik dijalankan dengan pendekatan profesi, dimana banyak orang menekuninya melalui jenjang yang panjang sebelum meraih puncak kepemimpinan. Dalam konteks ini maka kepemimpinan diciptakan oleh sebuah sistem. Sedangkan para pemimpin kita pada masa lalu secara otodidak memiliki daya imajinasi yang jauh melampaui jamannya, seperti ide tentang “jembatan emas” kemerdekaan pada saat kondisi buta huruf dan kebodohan rakyat yang hampir absolut, kemiskinan yang merata, serta segala prasyarat optimisme yang hampir nol. Seorang pemimpin seperti Soekarno memiliki sifat kepemimpinan “solidarity maker” otentik serta mampu mentransfer semangatnya tersebut menjadi keinginan kolektif seluruh bangsa yang sangat majemuk segi etnis, agama, budaya dan geografis.