Rabu, 09 November 2011

China - Indonesia – Australia relations in the changing world

Background
The growing of China’s economy and military power in the recent decades argued by many experts as gradually will change the international power configuration, especially in Asia (White, 2011, and East Asia Forum, 2010, p-15). The more powerful and prosperous China, alongside the declining of the US power, is likely will change the surrounding countries engagement on political, economic and military relation with China. Situated in the close region, Indonesia and Australia will also be impacted by this geostrategic implication. Coincidentally interesting, the three countries will be presented in this essay represents three civilization in Huntington’s writing (1996), that are Confucius, Islam and Western civilization.
Following the Huntington’s theory of the clash of civilizations to remark the new world order, however, the reality on the ground was changing. The United States domination is likely decreasing, refers to the unsuccessful story of Afghanistan and Iraq war. This process occurred alongside with deterioration of the US economy due to the huge budget deficit and global financial crisis. As the new great power, China will likely be accepted as new reality in Asia alongside with the flooding of their manufacture products in the international market. The China’s economic growth is predicted will surpasses the United States as the largest economy in the world in 2020 based on The Australian Government’s Defence White Paper (East Asia Forum, 2010, p-15) after reaching double digit of growth for many years.

Senin, 14 Maret 2011

Agama dan Pembangunan

Agama memiliki peran yang tidak kecil dalam pencapaian kemajuan sebuah negara. Tak kurang, etika Protestan menjadi akar bagi pencapaian kapitalisme di Eropa. Perlawanannya terhadap hegemoni gereja Katholik di abad pertengahan yang jatuh dalam kegelapan dan kekuasaan yang despotik membuatnya menjadi elan bagi spirit baru yang berlandaskan kerja keras dan penumpukan modal. Dengan kaya orang bisa berderma dan memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Meski banyak kritikan terhadap ideologi yang mengagungkan kepemilikan modal sebagai faktor penggerak kemajuan tersebut, tidak bisa diingkari kekuatannya telah menjadi fenomena global saat ini.


Adalah ahistoris upaya memposisikan agama secara diametral dengan kehidupan masyarakat dan negara. Menampilkan sisi agama sebagai asset pembangunan adalah tugas yang mendesak saat ini. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, memiliki pengalaman pasang surut dalam hubungan agama dan negara. Di tengah kegalauan akan peran agama (islam) yang di media massa di-framing dalam gambar yang compang-camping saat ini, perlu dibuat terobosan bagi perbaikan kondisi ummat. Saat urusan-urusan politik telah terselesaikan, maka urusan meningkatkan kesejahteraan ummat menuntut segera ditunaikan.

Rabu, 09 Maret 2011

Writing Public Policy

In public policy, we must use language as a tool to deliver our ideas. Many philosophers are thinking about basic principles of language. We are directed by George Orwell to get the pure function of language. From Orwell’s explanation we also could identify the misuse of language for manipulation and vagueness. How language can be corrupted for political objectives producing “degeneration of language” and “ugly language”. Foucault, on the other hand focus his analytics on the potential hegemonic function of language by the power holder using the concept of “governmentality”. This term is related to how the government using language as a tool to “win the consent of citizens” and finally reach its objectives. Using this art work, the government tries to control citizen’s mentalities, cultures, rationalities, attitudes by using appropriate words and language.

Kamis, 10 Februari 2011

Al Jazeera and its "Framing War"

The article in Al Jazeera English website on 2nd February 2011 titled: “US Viewers Seek Al Jazeera Coverage” is a persuasion to the US audience that Al Jazeera is an alternative source of information covering news related to the Middle East region. It is not only promoting Al Jazeera’s advanced achievement of journalism, but also try to convince the western’s (especially the US) public and authority related to importance to give Al Jazeera access to reach its viewer enthusiasm.


It is obviously not easy to cover the objective facts in undemocratic region (refers to despotic and dictatorship regimes) with many conflicts because of oil and disputed land such as in the Middle East. There are appearing so many old fashion of censorship such as by cutting the access of information, closing news broadcaster office, confiscating the broadcasting equipment or journalist detention. Furthermore, the countries like Iraq, Bahrain, Algeria and Morocco prevent completely the access of Al Jazeera’s journalist into their territory.

Minggu, 30 Januari 2011

Sistem Pemerintahan Australia, Sebuah Refleksi

Ada dua peristiwa yang menghubungkan saya dengan pemerintah Australia. Pertama, saya mendapatkan beasiswa Australian Development Scholarship, sebuah beasiswa yang diberikan oleh pemerintah federal Australia kepada negara-negara berkembang untuk mendorong pembangunan di negeri sasaran. Yang kedua, saat saya mengurus childcare benefit (CCB) untuk anak saya di centre link di Braddon, Canberra, ACT. Kedua peristiwa tersebut yang mendorong saya untuk mencoba memahami konteks dan sejarah dari sistem pemerintahan Australia yang terdiri dari tiga cabang; eksekutif, legislatif dan yudikatif.


Australia adalah sebuah benua berpenduduk sekitar 22 juta orang yang kebanyakan tinggal di kota tepi pantai seperti Sydney, Melbourne, Brisbane, Adelaide dan Perth. Negara tetangga di sebelah selatan (australis: latin) kepulauan Nusantara ini adalah bagian dari monarkhi Inggris dibawah Ratu Elizabeth II seperti dalam coin Australia dengan Gubernur Jenderalnya sekarang bernama Quentin Brice yang istananya ada di Canberra. Benua yang dulunya sering dikunjungi pencari teripang dari Makassar dan berpenduduk asli bangsa Aborigin ini dikolonisasi oleh Inggris sejak kedatangan Kapten Phillip Arthur pada 26 Januari 1788 di Sydney cove, meski sebenarnya banyak penjelajah Belanda dan Eropa lainnya yang mendarat sebelumnya seperti Williem Janszoon, William Dampier atau Captain James Cook yang rata-rata juga sampai ke Batavia (Jakarta). Tak mengherankan nama lama Australia adalah New Holland.

Minggu, 23 Januari 2011

Patriotisme Australia: Pandangan seorang Indonesia

Setiap 25 April Australia menggelar ANZAC parade di depan War Memorial, lima menit jalan kaki dari unit (rumah) saya di bilangan Campbell, Canberra. Pada hari tersebut, Perdana Menteri Australia beserta segenap veteran dari berbagai angkatan dan generasi berkhidmad untuk sebuah peristiwa besar. ANZAC day adalah peringatan kekalahan Australia terhadap Turki di tahun 1915 pada pertempuran di teluk Gallipolli dengan korban sebanyak 8.709 pasukan. Australia yang bertempur bersama Inggris, Perancis dan British India untuk menghancurkan Turki Ottoman (sekutu Jerman) tergabung dalam ANZAC (Australian and New Zealand Army Corps). Meskipun menderita kekalahan, peristiwa tersebut diperingati sebagai hari kepahlawanan yang turut membentuk entitas bangsa muda bernama Australia.


Di War Memorial dengan api abadi di pelatarannya, ditulis nama-nama pasukan Australia yang tewas di berbagai pertempuran, termasuk daftar korban dalam konfrontasi di Kalimantan Utara. Catatan tentang para korban perang Australia juga saya saksikan di Shrine of Remembrance, Melbourne dengan bangunan menyerupai candi dengan tulisan “Greater Love Hath No Man” di dalamnya yang akan tersinari cahaya Matahari dari puncak the shrine pada jam 11 tanggal 11 bulan 11 (saat Jerman menyetujui gencatan senjata pada sekutu). Jika di dalam War Memorial dipajang berbagai peralatan perang dan memorabilia di berbagai konflik dalam penataan yang excellent, di the shrine dipamerkan panji-panji bendera pasukan serta berbagai bintang jasa para pahlawan Australia.

Kamis, 20 Januari 2011

Yang Unik-Unik di Australia

Saat di Australia, saya dapati banyak sekali hal menarik untuk ukuran kita orang Indonesia. Ada yang konyol, aneh, atau nggak masuk akal. Obyek-obyek unik tersebut mulai dari misalnya patung “Banana” raksasa di Coffs Harbour NSW, patung kambing raksasa (Big Merino) di Goulburn NSW, atau tak seperti dalam bayangan kita ternyata ada juga becak (padycab) di Australia yakni di Sydney. Terdapat kotak pos tertinggi di Canberra pada ketinggian lebih dari 800 meter diatas permukaan laut yang masih difungsikan, yaitu di dalam Telstra Tower.


Saya mulai mengumpulkan hal-hal unik ini saat pertama menemukan peringatan dalam bahasa Jawa di toilet perpustakaan ANU. Waktu itu saya berfikir, kenapa nggak cukup bahasa Indonesia saja (disamping bahasa asing lainnya) dalam pengumuman itu untuk menekankan keragaman audiens. Yang lainnya, waktu membersihkan ruangan di CIT saya dapati coretan ekspresif mahasiswa di meja kelas bergambar UFO, atau koleksi vespa kecil di atas lemari pegawai administrasi yang saya “curi” gambarnya dengan Iphone.

Indonesia dan Australia hanya dipisahkan laut Arafura, namun memiliki budaya yang jauh berbeda. Yang sudah saya ceritakan sebelumnya misalnya tentang dibuangnya barang-barang berharga yang sudah tidak diperlukan. Atau di Australia tidak ada tukang parkir dan pelayan pom bensin, alias semua harus self service. Bayangkan kalau kedua hal terakhir ada di Indonesia, bisa-bisa nggak ada yang bayar. 

Selasa, 18 Januari 2011

Tips “Hidup” di Australia

Dengan menceritakan tips hidup di Australia ini saya bukan bermaksud “sok menggurui”, namun lebih bernada “jangan ulangi kesalahan saya”. Sebab, kata orang pengalaman adalah guru terbaik dan menurut saya “mahal harganya”. Tips-tips disini juga tidak ditujukan bagi orang semacam “Gayus, dkk” yang sudah tidak memikirkan “sensitifitas harga”, namun lebih ditujukan bagi mereka yang berfikir rasional dalam “membelanjakan” tenaga dan uangnya. Tips ini berguna bagi mereka yang akan melanjutkan studi atau yang akan menetap lama di Australia.


Sebenarnya sudah banyak buku yang membahas hasil survey tentang biaya hidup, akomodasi, kerja part time di kota-kota di Australia, namun yang saya sampaikan disini materinya lebih taktis dan kontekstual sesuai pengalaman saya di Australia. Saya beruntung sebelum ke Australia dulu mendapat pelajaran cross cultural di IALF oleh Barbarra Wiechecki, dan juga tidak harus mengurus visa karena ADS office sudah melakukannya untuk saya sebagai awardee. Sengaja saya tulis share pengalaman ini dalam bentuk FAQ (Frequently Asked Question) untuk mempermudah pemaparan, berikut ini:

Minggu, 16 Januari 2011

Melbourne, Sydney atau Canberra terbaik untuk Kuliah?

Banyak pertimbangan sebelum seseorang memilih suatu kota sebagai tempat kuliah, mulai dari mutu universitasnya, jurusan studi yang tersedia, murah mahalnya biaya hidup, mudahnya mencari akomodasi, kerja part time sampai menarik-tidaknya kota tersebut. Kalau bisa wisata sambil kuliah, eh ….. kuliah sambil menikmati indahnya negeri yang kita datangi, nggak ada salahnya. Saya dulu memilih Canberra dengan minim pertimbangan, namun alhamdulillah cukup memuaskan. Dengan tidak mengesampingkan kota-kota lain seperti Adelaide, Perth, Wollongong, atau Brisbane yang sedang terkena musibah flash flooding, inilah hasil perenungan saya.

Kamis, 13 Januari 2011

Merasakan Kuliah di Australia

Sungguh bukan perkara mudah bagi saya untuk memperoleh beasiswa Australian Development Scholarship. Saat S-1 dulu saya mati-matian mencari IPK diatas 3 agar bisa melamar beasiswa luar negeri, dan setelah dapat masih harus lima kali apply sebelum akhirnya dipanggil. Saat wawancara saya ungkapkan alasan kenapa saya layak dapat chance untuk merasakan bangku kuliah di Australia karena ilmu yang saya cari terkait erat dengan pekerjaan saya di Indonesia, serta tentu saja saya ceritakan perjuangan panjang saya. 

Mungkin yang menjadi salah satu pertimbangan yang memberatkan keputusan panitia seleksi meloloskan saya adalah saya pernah menulis buku yang telah dikoleksi oleh Perpustakaan Nasional Australia (NLA). Buku berjudul Good e-Government tersebut pada akhirnya bisa saya temukan saat berada di Canberra tempat NLA. Hal lain yang menentukan menurut saya adalah doa orang tua dan banyak lainnya yang ingin saya bisa mewujudkan mimpi saya waktu kecil untuk bisa mengunjungi Australia.