Kamis, 30 Desember 2010

Belajar dari Pengelolaan Alam Lingkungan di Australia

Segar dan melegakan paru-paru, begitulah udara yang saya hirup di Canberra. Meski Matahari terik menyengat, namun angin terasa dingin di awal musim panas itu. Beraneka tumbuhan empat musim menghiasi seantero kota. Beberapa jenis cemara mengeluarkan aroma yang khas. Pengaturan tata ruang kota yang bagus dan konsisten, larangan membakar sampah dan kepadatan kendaraan yang rendah turut mendukung lingkungan yang alami tersebut.

Di pagi dan sore hari kita akan disambut koak-an suara aneka burung. Burung-burung di sini memang bebas merdeka. Bebek (Plumed Whistling Duck) dan angsa hitam (Black Swan) datang dan pergi dari berbagai kolam dan danau yang ada di Canberra. Sementara, Kakaktua putih (Sulphur-crested Cockatoo), Kakaktua merah (Galah), gagak, Australian Magpie, jalak, merpati, maupun aneka burung parkit yang berwarna-warni juga bebas berkeliaran. Mereka berkelompok di taman-taman kota, rerumputan pembatas jalanan, termasuk di halaman flat saya di bilangan Campbell.

Rabu, 29 Desember 2010

Makanan Indo di Oz

Apa respon orang lapar saat menemukan makanan favorit, misalnya sambal teri yang pedas atau manis gurih pada jarak ribuan kilometer dari pembuatnya? Apalagi sambal teri tersebut sudah terhidang diatas piring dengan nasi hangat yang pulen, diperlengkapi dengan kerupuk udang. Ada kalanya dengan aroma jengkol kesukaan atau terasi yang sedap atau tahu tempe yang sangat langka. Jawabannya pasti siapapun akan melahapnya dengan senang hati.

Begini, jika setingannya dirubah agar semakin jelas. Anda berada di kota kecil di Australia, setiap hari makanan yang tersedia adalah khas Eropa, atau dari sudut dunia lain. Terus ada toko kecil menjual produk makanan Indonesia dengan harga yang terjangkau untuk ukuran Dollar meski tak murah untuk ukuran Indonesia. Juga terdapat label halal. Tentu yang anda lakukan adalah membelinya dengan gembira. Percaya nggak, hal terkait makanan ini yang mendorong perdagangan produk Indonesia di Australia.

Jumat, 24 Desember 2010

Etos Australia

Sapaan hangat, “hello mate”, sering saya terima saat membersihkan sebuah residential area di pagi hari. Sedangkan pada kesempatan lainnya, “Good day, mate”, atau “how are you going”, dengan senyum mengembang. “Work is work, mate!”, suatu saat seorang tetangga flat dengan muka protes menjawab “cengir malu” saya yang barusan mengaku kerja sebagai cleaner.


Selain itu kebanyakan orang Australia yang saya temui adalah suka menolong. Pernah suatu ketika saya ketinggalan kunci di dalam rumah, dan diluar dugaan saya para tetangga membantu dengan senang hati mengantarkan ke agen rumah untuk mendapatkan kunci cadangan. Pernah juga seorang ibu berlari kecil memberikan lukisan anak saya yang terjatuh saat di jalan. Namun pernah juga saya ditegur, “that’s not a rubbish bin!”, gara-gara saya buang tissue di pot bunga childcare anak.

Kamis, 23 Desember 2010

Australia dari Dekat: Kehidupan sehari-hari

Sore itu aku menemukan sebuah pesawat televisi tergeletak di tempat sampah Toad Hall, asrama mahasiswa ANU. Dengan gerakan senyap serta sebisa mungkin menghindari memberikan jawaban yang “memalukan” kepada penghuni lain, kamipun segera memindahkan kotak ajaib itu ke kamar dan mencobanya. Ternyata teve masih berfungsi dengan baik. Ternyata mitos di negara maju banyak barang berharga dibuang adalah benar adanya. Itulah perjumpaan budaya pertama kami dengan Australia.


Dari layar kaca itupun perjumpaan-perjumpaan lainnya menjadi semakin intens. “Di Australia acara televisi sama payahnya dengan di Indonesia”, kata dosen pembimbing akademik kami yang memang lumayan sering ke Indonesia. “Karena banyak opera sabun dan hal-hal remeh-temeh yang diproduksi karena motivasi rating”, tambahnya. Namun kalau mau jujur, disini acara sedikit lebih bagus. Minimal banyak acara edukatif dan terdapat channel khusus untuk anak-anak yang menumbuhkan kreatifitas serta menjauhkan mereka dari tayangan dewasa di channel lainnya. Tayangan multicultural ada di salah satu channel, SBS. Selebihnya adalah tayangan “Eropa”, “Amerika” dan “Inggris”.

Selasa, 21 Desember 2010

Solidaritas Bencana dari Australia

Persaudaraan dalam Islam ibarat “jika satu bagian tubuh sakit, maka bagian tubuh lainnya juga merasakan sakit”. Bangsa kita berturut-turut dilanda bencana alam mulai dari banjir bandang di Wasior, tzunami di Mentawai dan letusan gunung Merapi. Duka itu juga dirasakan oleh saudara-saudaranya yang tinggal jauh bumi belahan selatan, Australia. Sebagai perwujudan kepedulian warga Indonesia di Australia, beberapa kegiatan penggalangan dana dilakukan dalam periode bulan November sampai Desember 2010 dalam berbagai bentuknya.

Panitia peringatan hari besar Islam (PHBI) Canberra pada 12 November yang lalu menghadirkan Ust. Yusuf Mansur dalam rangkaian Tabligh Akbar penggalangan dana untuk korban bencana alam di Indonesia. Berbondong-bondong para “ekspatriat” warga Indonesia yang tinggal di Canberra hadir di Balai Kartini KBRI Canberra untuk mengikuti acara sebagai bentuk kepedulian terhadap saudara di Tanah Air yang tertimpa bencana. Mereka datang dari berbagai “profesi”, mulai dari mahasiswa, cleaner, diplomat, house keeper, ibu rumah tangga, pengusaha, dan seluruh komponen masyarakat muslim lainnya.

Minggu, 19 Desember 2010

Museum-Museum Australia

Meski termasuk “muda” secara sejarah dan budaya, Australia memiliki banyak sekali museum. Museum imigrasi, museum binatang, museum maritim, museum archieve, museum film dan audio, museum pencetakan uang, museum pendirian jembatan Sydney, war memorial dan museum kota Canberra untuk menyebut beberapa diantaranya. Australia seakan terus menuliskan sejarahnya dengan membangun berbagai museum tersebut.


Kebanyakan museum milik pemerintah Australia adalah free of charge alias gratis, namun dengan fasilitas, koleksi dan pelayanan yang sangat bagus. Penataan koleksi dilakukan secara detail dengan perencanaan yang matang, termasuk dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan visualisasi tiga dimensi. Audio visual dirangkai dengan berbagai koleksi untuk memperkuat tema-tema yang relevant.

Museum di Australia jauh dari kesan angker, lembab dan membosankan. Pada berbagai momentum, museum Australia juga menampilkan berbagai tema-tema tertentu yang menarik banyak pengunjung termasuk anak-anak sekolah, pensiunan dan khalayak umum. Selain untuk mengenal sejarah bangsanya, datang ke museum juga berarti untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan yang berguna.