Kamis, 30 Desember 2010

Belajar dari Pengelolaan Alam Lingkungan di Australia

Segar dan melegakan paru-paru, begitulah udara yang saya hirup di Canberra. Meski Matahari terik menyengat, namun angin terasa dingin di awal musim panas itu. Beraneka tumbuhan empat musim menghiasi seantero kota. Beberapa jenis cemara mengeluarkan aroma yang khas. Pengaturan tata ruang kota yang bagus dan konsisten, larangan membakar sampah dan kepadatan kendaraan yang rendah turut mendukung lingkungan yang alami tersebut.

Di pagi dan sore hari kita akan disambut koak-an suara aneka burung. Burung-burung di sini memang bebas merdeka. Bebek (Plumed Whistling Duck) dan angsa hitam (Black Swan) datang dan pergi dari berbagai kolam dan danau yang ada di Canberra. Sementara, Kakaktua putih (Sulphur-crested Cockatoo), Kakaktua merah (Galah), gagak, Australian Magpie, jalak, merpati, maupun aneka burung parkit yang berwarna-warni juga bebas berkeliaran. Mereka berkelompok di taman-taman kota, rerumputan pembatas jalanan, termasuk di halaman flat saya di bilangan Campbell.

Burung-burung itu makan dari berbagai tanaman yang tersedia di ruang publik, seperti plum yang berbuah dimusim semi ini serta biji-bijian lainnya. Pada bulan Oktober-November saat musim beranak, burung Australian Magpie terlihat sangat protektif terhadap anak-anak mereka yang baru menetas. Mereka sering paranoid dengan menyerang serta mengejar pengendara sepeda yang lewat di dekat sarangnya sampai berkilo-kilometer jauhnya demi “keselamatan” bayi mereka.

Upaya burung Australian Magpie ini tak sia-sia, karena pemerintah Australia membantu dengan seperangkat paraturan untuk perlindungan spesies-spesies yang berpindah tempat dengan cara terbang ini. Sanksi hukuman denda telah menanti bagi mereka yang menembak burung-burung, khususnya di dalam kota. Saya tidak pernah melihat pelanggaran atas aturan tersebut, meskipun dari pemberitaan ada juga orang yang ditangkap karena mencuri-curi kesempatan.

Bukan hanya di Canberra yang “ndeso”, tapi di kota-kota lain yang pernah saya kunjungi burung-burung sejenis juga bebas beterbangan. Di kota-kota tepian pantai semacam Melbourne, Sydney atau Wollongong, burung-burung laut seperti camar bahkan masuk ke pusat kota. Di pantai, burung-burung camar bersama bangau, pelikan dan lainnya menjadi atraksi tersendiri saat orang-orang memberi mereka makanan. Juga, di Canberra sudah biasa jika kita menemukan possum diluar jendela kamar, kelinci liar atau kangguru berlompatan di jalanan di pagi hari tertinggal dari kawanannya.

Kalau di dalam kota pemerintah Australia biasanya membangun botanical garden atau taman-taman kota di setiap suburb, di luar kota mereka menetapkan dan mengelola natural reserve atau national park untuk menjaga eksistensi binatang dari desakan manusia. Salah satunya adalah Tidbinbilla Natural Reserve, tiga puluh menit dari pusat Canberra, yang mengusung konsep konservasi lingkungan sekaligus wisata alam. Para pengunjung bisa melakukan perjalanan dengan kendaraan atau jalan kaki penjelajahan. Di tempat tersebut pemerintah mengedukasi para pengunjung akan pentingnya menjaga lingkungan hidup serta keanekaragaman flora dan fauna.

Di Tidbinbilla Natural Reserve, pengunjung bisa melihat secara langsung habitat kanguru, koala, burung emu, serta aneka burung lainnya, reptile, dan serangga di alam terbuka. Selain bisa berfoto, memegang, dan berinteraksi dengan berbagai binatang di stand yang disediakan, terdapat pula sanctuary dengan track khusus sebagai highlight dari natural reserve tersebut. Dengan berjalan kaki berkelok-kelok di jalur sekitar tiga kilometer, kita sudah bisa menikmati hutan, gemericik aliran sungai, genangan rawa-rawa, gemerisik angin menyapu semak-semak dengan berbagai hewan liarnya serta penjelasan ilmiahnya. Aneka merchandise dan souvenir juga disediakan di shop yang ada.

Sedangkan siklus alam di kota Canberra, saat spring daun-daun dan bunga bermekaran, acara seperti festival bunga Flouriade ramai dikunjungi wisatawan, summer banyak binatang turun bukit masuk kepinggiran kota di malam hari mencari makanan, saat autumn daun-daun berubah warna mengundang para fotografer mencari obyek artistik, sebelum akhirnya berguguran, sedangkan saat winter segalanya membeku, morning frost di rerumputan dan pepohonan, hewan-hewan bersembunyi, lalu orang-orang pergi ke Perisher Blue untuk bermain salju.


Meski terdapat daerah tropis di utara, sebagian besar Australia berada di wilayah sub-tropis dengan gurun pasir di tengah daratannya, serta memiliki garis pantai yang sangat panjang. Dinding perbukitan berbatu-batu yang indah di berbagai negara bagian sering dijadikan obyek wisata untuk dinikmati melalui helikopter. Di Canberra yang berbukit-bukit dibangun danau-danau buatan untuk menampung air hujan serta mencegah banjir serta menjadi sumber air minum warga kota. Teman saya yang hoby memancing sering mendapatkan ikan besar di danau ini, beberapa jenis ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Selain itu, pemerintah Australia juga sangat serius melakukan penghijauan. Pohon sejenis cemara ditanam di berbagai lahan berbatu agar menjadi hutan dimasa mendatang tempat hewan-hewan menemukan habitat baru.

Hewan paling popular dari Australia tentu saja kanguru dan koala, meskipun lambang negara ini adalah kangguru dan burung emu. Icon Australia lainnya yang mendunia adalah ikan seperti dalam film animasi “Nemo” asal Great Barrier Reef, Queensland. Sedangkan hiu dan buaya, burung pinguin di Philip island, serta laba-laba black widow telah lama terkenal lewat berbagai film dokumenter. Aneka macam satwa ini juga muncul di perangko serta coin dollar Australia.
Selain itu, Australia juga memiliki beberapa kebun binatang seperti Tarungga Zoo di Sydney, Canberra Zoo, juga museum-museum sebagai media edukasi. Di Victoria museum Melbourne dipajang aneka serangga, burung, mamalia yang diawetkan, beberapa diantaranya berasal dari jaman prasejarah Australia beserta segala penjelasan ilmiahnya. Ditengah punah dan munculnya spesies-spesies baru karena perubahan iklim, Australia seperti tak ingin kehilangan spesies berharga untuk kedua kalinya seperti sejenis macan Australia yang telah punah beberapa puluh tahun yang lalu.

Para penyayang binatang banyak berperan dalam upaya konservasi serta menjadi mitra pemerintah dalam upaya memelihara kekayaan alam yang ada. Mereka mengkampanyekan perlindungan satwa, mengedukasi masyarakat, membuat situs-situs di internet, kampanye fotografi, serta melakukan penggalangan dana. Tak heran, kasus pembantaian Brumbies (kuda liar) yang dianggap hama menjadi isu nasional yang gaduh beberapa tahun lalu, yang memaksa pemerintah Australia menghentikan perburuannya.

Di perguruan-perguruan tinggi Australia seperti Crawford School di ANU terdapat jurusan Environmental Management and Development, yang membahas isu-isu seperti lingkungan, climate change yang dikaitkan isu-isu pembangunan serta kependudukan. Di Australia terdapat Ministry for Sustainability, Environment, Water, Population and Communities, selain Ministry for Climate Change and Energy Efficiency. Australia terkenal paling ketat dalam mem-protect lingkungannya dari intrusi anasir asing, baik benda maupun hewan. Tak heran, di bandara atau pelabuhan pengecekan atas barang-barang bawaan biasanya dilakukan secara ketat.

Australia dengan segala upaya konservasi alam lingkungannya sepertinya telah menjalankan haditz nabi riwayat Muslim: “Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat” pada tataran praktis. Wallohu a’lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar