Jumat, 24 Desember 2010

Etos Australia

Sapaan hangat, “hello mate”, sering saya terima saat membersihkan sebuah residential area di pagi hari. Sedangkan pada kesempatan lainnya, “Good day, mate”, atau “how are you going”, dengan senyum mengembang. “Work is work, mate!”, suatu saat seorang tetangga flat dengan muka protes menjawab “cengir malu” saya yang barusan mengaku kerja sebagai cleaner.


Selain itu kebanyakan orang Australia yang saya temui adalah suka menolong. Pernah suatu ketika saya ketinggalan kunci di dalam rumah, dan diluar dugaan saya para tetangga membantu dengan senang hati mengantarkan ke agen rumah untuk mendapatkan kunci cadangan. Pernah juga seorang ibu berlari kecil memberikan lukisan anak saya yang terjatuh saat di jalan. Namun pernah juga saya ditegur, “that’s not a rubbish bin!”, gara-gara saya buang tissue di pot bunga childcare anak.


Lihatlah perangkonya, jika kita ingin menilai sebuah negeri. Gambar-gambar perangko Australia yang saya kumpulkan sembari mengosongkan rubbish bin sebuah institute of technology berbicara tentang kehidupan sehari-hari dan prestasi-prestasi masyarakat Australia. Tentang queen Victoria market, atlet berprestasi “pahlawan” Australia di Olimpiade, line telepon darurat 000, binatang kesayangan, gedung-gedung menarik, kisah kepahlawanan tentara Australia di PD II, selain tentu saja sesekali gambar Ratu Inggris atau Putri Diana serta Pangeran Charles.

Kalau kita berkesempatan melihat ruang pemutaran film di dalam tiang beton jembatan Sydney Harbour, maka akan terlihat gambar-gambar para pekerja yang berjuang mendirikan bangunan icon kebanggaan bangsa Australia tersebut. Tentang berapa biayanya, tentang teknologi yang digunakan,berapa ton besi yang dipakai, kondisi ekonomi saat itu, berapa pekerja yang dikerahkan, termasuk berapa yang “gugur” dalam menjalankan tugas tersebut. Yang ingin ditonjolkan bukan siapa Perdana Menteri saat jembatan raksasa tersebut didirikan, namun bahwa bangunan raksasa tersebut adalah hasil kerja kolektif bangsa Australia.

Juga, di Australia tidak semua yang dihormati adalah tentang kemenangan. ANZAC day yang diperingati setiap tahun dengan devile pasukan dan lintasan Jet Tempur adalah tentang kekalahan tentara Australia di Galipolli Turki pada Perang Dunia pertama. Dari peristiwa kekalahan tersebut mengalir cerita-cerita herois dan kesetiakawanan yang membangkitkan kepahlawanan negeri yang masih “muda” dalam ukuran sejarah ini. Dan semua kisah itu ada di War Memorial dengan berbagai koleksi memorabilia dan tema yang dirancang serius menggunakan teknologi terkini. Dari penjelasan di buku Makro Ekonomi yang saya pelajari, tentara Australia dikeluarkan dari hitungan asset produksi negara Australia alias bukan dianggap sebagai pekerjaan, tetapi dihargai sebagai bentuk pengabdian kepada negara.

Satu kata yang mungkin bisa menjelaskan hal diatas adalah, orang Australia itu logis. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, mereka menciptakan childcare-childcare untuk menampung anak-anak dari wanita pekerja. Mereka bahkan harus memajumundurkan satu jam setiap enam bulan karena pergantian posisi Matahari yang merubah lamanya siang dan malam. Negeri empat musim di belahan bumi selatan ini memang bukanlah negeri “tongkat ditancapkan jadi tanaman”. Mereka harus bekerja keras dan putar otak untuk menumbuhkan ekonomi setelah tambang emas di Ballarat atau tambang-tambang lainnya habis.

Kota-kota Australia seperti Melbourne, Sydney dan Perth adalah di pinggiran pulau karena di tengah-tengahnya adalah padang pasir yang luas. Tanahnya yang keras dan sedikit humus tidak bisa lama menyimpan air. Setelah hujan biasanya akan terbentuk aliran air dan luapan sungai-sungai atau bahkan banjir bandang. Karena air sangat langka mereka menciptakan teknologi untuk mendapatkannya, termasuk dengan menciptakan danau buatan di Canberra. Salah kelola sedikit di musim panas maka kebakaran hutan menghadang.

Terlalu ceroboh melihat Australia dari hasil jadi sekarang ini, tetapi merupakan hasil kerja keras dan cerdas selama ratusan tahun sejak kedatangan Captain Cook. Bertahun-tahun negara ini yang banyak memiliki padang rumput dikenal sebagai produsen ternak domba, sapi selain juga gandum. Australia juga tidak kebal dari dampak krisis ekonomi global. Kalau hampir semua pelayanan publik, sistem perbankan, pendidikan sudah terintegrasi internet, itu karena ada Minister for Broadband, Communications and the Digital Economy, Minister Assisting the Prime Minister on Digital Productivity.

Kreatifitas disini ditumbuhkan sejak usia dini dimulai dari sistem pendidikan yang sangat mendukung. Acara televisi khusus anak-anak merangsang mereka untuk kreatif dengan mengenalkan mereka pada pembuatan sendiri berbagai mainan. Perlombaan semacam karya ilmiah remaja sampai pada hitungan pemasaran produk melalaui mekanisme pasar, dan bukan hanya berhenti pada penciptaan inovasi produk baru.

Yang agak mengherankan bagi orang luar termasuk saya adalah, semua alat-alat kerja merupakan bentuk mekanisasi dan otomatisasi. Bukan hanya semacam ATM tiket parkir yang self service, mobil untuk mengangkut sampah di seluruh kota adalah semacam robot “transformer” dengan lengan untuk memasukkan sampah. Juga mobil pemotong rumput, pemotong ranting pohon, sampai traktor kecil untuk membuat galian tanah adalah alat mekanis. Bahkan untuk menyapu jalan, orang sini menggunakan semacam mesin blower tangan untuk menghalau dan mengumpulkan sampah. Saya pernah mengalami gagap teknologi saat harus menggunakan self key access, semacam ATM untuk mendapatkan kunci kamar di guest house ANU.

Kalau kita melihat gedung-gedung tua maupun kontemporer di Sydney atau Melbourne, maka kita akan merasakan sentuhan arsitektur yang cerdas sekaligus artistik. Hal yang sama juga terjadi pada ruang publik yang menjadi bagian wewenang pemerintah Kota. Bukan hanya keterjangkauan, tetapi juga memperhatikan fungsi dan kebutuhan stakeholder sekaligus memfasilitasi aturan yang ingin ditegakkan. Tak heran, jalanan telah dirancang sedemikian rupa dengan sangat detail dan memudahkan pengguna jalan termasuk orang cacat.

Mungkin hal-hal diatas terjadi karena semua sudah ada standarnya, termasuk bahwa semua keahlian disertifikasi. Mengasuh bayi di childcare, plumbing, pekerja bangunan, listrik, housekeeping, semua harus melalaui sertifikasi di berbagai institute of technology. Hanya program pemasangan insulasi rumah di era Kevin Rudd sebagai upaya spontan mengatasi dampak krisis ekonomi global serta penghematan listrik yang gagal dan banyak terjadi kecelakaan, sering dikritik karena kurang ahlinya para pekerja pemasang.

Di Canberra ada Institute of Sport yang berhasil mencetak para olahragawan berprestasi sekelas olimpiade. Tahun ini, the Socceroo berhasil masuk ke ajang Piala Dunia. Ini bukan hal yang biasa mengingat di Australia sepak bola bukanlah olahraga favorit, meski kebanyakan warga memiliki akar budaya Inggris. Orang Australia yang lebih suka sepakbola gaya Australia, kriket atau berkuda mampu melampaui prestasi negeri-negeri lain yang bertahun-tahun dikenal lebih gila bola. Untuk hal ini sepertinya “etos Australia” bisa dijadikan jawaban memuaskan. Wallohu a’lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar