Minggu, 30 Januari 2011

Sistem Pemerintahan Australia, Sebuah Refleksi

Ada dua peristiwa yang menghubungkan saya dengan pemerintah Australia. Pertama, saya mendapatkan beasiswa Australian Development Scholarship, sebuah beasiswa yang diberikan oleh pemerintah federal Australia kepada negara-negara berkembang untuk mendorong pembangunan di negeri sasaran. Yang kedua, saat saya mengurus childcare benefit (CCB) untuk anak saya di centre link di Braddon, Canberra, ACT. Kedua peristiwa tersebut yang mendorong saya untuk mencoba memahami konteks dan sejarah dari sistem pemerintahan Australia yang terdiri dari tiga cabang; eksekutif, legislatif dan yudikatif.


Australia adalah sebuah benua berpenduduk sekitar 22 juta orang yang kebanyakan tinggal di kota tepi pantai seperti Sydney, Melbourne, Brisbane, Adelaide dan Perth. Negara tetangga di sebelah selatan (australis: latin) kepulauan Nusantara ini adalah bagian dari monarkhi Inggris dibawah Ratu Elizabeth II seperti dalam coin Australia dengan Gubernur Jenderalnya sekarang bernama Quentin Brice yang istananya ada di Canberra. Benua yang dulunya sering dikunjungi pencari teripang dari Makassar dan berpenduduk asli bangsa Aborigin ini dikolonisasi oleh Inggris sejak kedatangan Kapten Phillip Arthur pada 26 Januari 1788 di Sydney cove, meski sebenarnya banyak penjelajah Belanda dan Eropa lainnya yang mendarat sebelumnya seperti Williem Janszoon, William Dampier atau Captain James Cook yang rata-rata juga sampai ke Batavia (Jakarta). Tak mengherankan nama lama Australia adalah New Holland.

Bangsa Aborigin yang tinggal di benua Australia sejak 40 ribu sampai 45 ribu tahun yang lalu dengan lebih dari 250 bahasa dan suku ini terdesak sejak kedatangan bangsa Eropa yang lebih maju secara peradaban. Persaingan memperebutkan lahan yang tak jarang dengan penggunaan senjata terjadi yang menyisakan kisah-kisah pilu serta cerita tentang “penghilangan generasi”, upaya men-civilize-kan bangsa Aborigin dengan mengambil paksa anak-anak mereka untuk dibesarkan di keluarga Eropa. Benua yang pada mulanya dijadikan tempat pembuangan narapidana dari Inggris ini kemudian semakin ramai oleh pendatang dan imigran sejak ditemukannya emas (gold rush) pada awal 1850 seperti di Ballarat, dekat Melbourne.

Kemudian bermunculan kota-kota pusat hunian yang berkembang menjadi negara-negara tersendiri (state). Australia terbentuk dari bergabungnya enam koloni Inggris (self governing) pada tahun 1901 menjadi sebuah negara federal. Masing-masing negara bagian memiliki konstitusinya sendiri yang independen dan akan diselesaikan oleh High Court of Australia jika ada perselisihan diantara mereka. Federal constitutional monarchy dengan sistem demokrasi parlementer adalah bentuk pemerintahan negara dengan nama resmi Commonwealth of Australia ini.

Enam state yang ada di Australia adalah Victoria, New South Wales, Western Australia, Tasmania, Queensland, South Australia, sedangkan dua territory utama adalah Northern Territory, dan Australian Capital Territory (ACT). Jika state memiliki kekuasaan yang bersumber dari konstitusinya masing-masing, territory mendapatkan mandat pelimpahan kekuasaan dari pemerintah commonwealth. State atau territory kemudian dibagi menjadi shire, city dan town atau yang disebut pemerintahan local (local government). Masing-masing pemerintahan lokal ini diurus oleh council yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang dipilih melalui pemilu yang disebut councilor/alderman. Terdapat wilayah-wilayah berpenghuni lain misalnya cristmas island (sebelah selatan pulau Jawa) dan cocos island yang dijalankan berdasarkan hukum federal.

Australia menganut bicameral parliament yang terdiri dari Queen dan dua house, yaitu the senate beranggotakan 76 wakil dan house of representatives beranggotakan 150 wakil. The senate (the upper house) adalah representasi dari state dengan masing-masing 12 orang wakil dan dari territory masing-masing punya 2 wakil. Sedangkan house of representatives (the lower house) dengan 150 kursi diperebutkan oleh partai-partai politik berdasarkan electorates/seats yang dialokasikan di berbagai negara bagian berdasarkan banyaknya populasi. Saat ini Australia dipimpin oleh Julia Gilard dari Labor Party yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal karena memenangkan mayoritas tipis parlemen setelah federal election pada bulan Agustus yang lalu.

Kemenangan Julia Gilard kemarin menarik, karena dukungan anggota parlemen independen yang biasanya secara tradisional menjadi bagian dari koalisi Liberal Party yang dipimpin Tony Abbot bersama National Party, Australian Democrats serta Green Party. Kemunculan Julia Gilard menggantikan Kevin Rudd (yang menurun popularitasnya karena isu super tax) sebagai perdana menteri dua bulan sebelum federal election dilangsungkan turut melapangkan jalan bagi kemenangan perdana menteri perempuan pertama Australia ini. Sedangkan Kevin Rudd saat ini diangkat menjadi menteri luar negeri, sebuah “turun jabatan” yang bisa dipahami dalam konteks perpolitikan di Australia.

Federal excutive council adalah institusi yang secara resmi mewadahi menteri-menteri dalam kabinet Australia. Di Australia nama kementerian dalam setiap kabinet dinamis termasuk dibentuk, dirubah, digabungkan sesuai dengan visi misi perdana menteri terpilih. Karena berbentuk parlementer, disini terdapat istilah kementerian portofolio dan non-portofolio, yaitu yang memiliki suara dan tidak dalam pengambilan keputusan di kabinet. Oposisi juga memiliki menteri bayangan sendiri yang akan mengkritisi kinerja pemerintah terpilih.

Pada tahun 2008, Australia dibawah kabinet Kevin Rudd secara resmi meminta maaf kepada bangsa aborigin atas kesalahan dimasa lalu, sesuatu yang penting mengingat pemerintahan sebelumnya menolak untuk melakukannya. Kalau kita datang di bandara di Australia misalnya di Sydney biasanya terdapat pegawai dari kalangan Aborigin, sebuah upaya pemerintah Australia untuk mengarusutamakan orang Aborigin dalam pemerintahan. Bendera Aborigin juga berkibar di berbagai tempat resmi di Australia. Pengakuan terhadap eksistensi Aborigin sebagai ancestor tanah Australia di berbagai produk perundangan juga terjadi setelah referendum tahun 1967 dan mencuatnya kasus Mabo vs Pemerintah Queensland di High Court of Australia dengan penghormatan atas hak-hak ulayat mereka.

Pada tahun 1970 diperkenalkan multikulturalisme di Australia dengan dicabutnya White Australia Policy yang membuat para imigran dari Asia juga diperbolehkan masuk ke Australia. Sebenarnya pada saat awal sejarah Australia juga telah terdapat “para penunggang unta asal Afghanistan” yang membantu mengirim logistik ke daerah pedalaman. Saat ini “orang Asia” meliputi sekitar 8,7 persen dari populasi Australia (sensus 2006). Dengan adanya Australia Act 1986, Australia “merdeka” dari Inggris terkait pengambilan keputusan di parlemen Australia sebagai undang-undang, namun gagal menjadi negara Republik dengan Presiden sebagai kepala negara karena 55% warga menolaknya dalam referendum tahun 1999.

Di Australia, parlemen negara bagian memiliki kewenangan perundangan atas polisi dan peradilan negara bagian, urusan sekolah, jalan, angkutan umum, dan pemerintah lokal yang tidak diurus pemerintah federal. Di Canberra, urusan manajemen sampah dilakukan oleh “dinas” dibawah pemerintah ACT yang setiap hari Jumat mengambil sampah warga dengan mobil robot. Pengalaman saya mengurus rego (pajak mobil) di otoritas transport ACT sangat efisien dan cepat yang hanya membutuhkan 15 menit dari antri sampai urusan selesai. Demikian juga urusan Tax File Number dan childcare benefit dimana informasinya dapat dengan mudah kita peroleh dan urusan cepat selesai jika data kita lengkap.

Di Australia sistem pelayanan pemerintah sudah terintegrasi jaringan internet, sehingga semua informasi terkait pelayanan pemerintahan dan transaksinya bisa diakses dari rumah. Terdapat database yang memungkinkan seluruh data kita diakses dan digabungkan oleh organ pemerintahan untuk kemudian diambil sebuah keputusan. Misalnya, saat kita mengurus child care benefit, atau baby bonus kita bisa mengisi datanya melalui form di situs centre link pemerintah daerah (state) setempat, dan datang ke kantor hanya untuk menyerahkan data pendukung atau mengoreksi kesalahan pengisian data. Data kinerja pemerintahan dan hasil audit juga bisa kita peroleh di website resmi pemerintah.

Menurut hitungan saya, Indonesia masih memerlukan 40 tahun untuk mengejar ketertinggalan pelayanan publik sekelas di Australia. Itupun dengan syarat korupsi bisa dihentikan hari ini juga dan upaya untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas publik bukan cuma retoris. Diperlukan sebuah upaya “bersejarah” serta terstruktur untuk merubah mentalitas rezim baik pusat maupun lokal (yang berlaku bak penguasa daerah jajahan) agar bisa mengejar ketertinggalan dari negeri maju seperti Australia. Coba kalau orang Belanda waktu itu tidak menetap di Batavia dan yang “mampir” adalah bangsa Inggris, mungkin kondisi kita hari ini berbeda. Wallohu a’lam bissawab.

1 komentar: